Kali ini saya akan coba menulis sedikit tentang salah satu
materi dalam pelajaran matematika yang cukup menarik, Logika tepatnya penarikan
kesimpulan dalam logika matematika. Seperti yang di ajarkan di bangku Sekolah
Menengah bahwa penarikan kesimpulan dalam matematika itu ada tiga, yaitu: Modus
Ponens, Modus Tollens, dan Silogisme.
Sebelum melangkah terlalu jauh mengenai masalah itu saya
akan menjelaskan tentang cara berpikir matematis dan bagaimana “orang”
matematika berpikir itu. Matematika merupakan cabang ilmu yang menggunakan pola
berpikir Deduktif-Aksiomatis, artinya berangkat dari hal yang umum ke hal yang
khusus, di mulai dari definisi, aksioma,
proposisi, lemma, sampai pada teorema.
Kebanaran matematika di bangun di atas itu semua. Matematika juga mengajarkan
kita berpikir sistematis, konsisten, kreatif, dan satu aturan yang sangat
penting adalah taat semesta pembicaraan.
Kembali ke penarikan kesimpulan, Modus Ponens mengatakan
“P1: P=>Q, P2:P maka kesimpulannya Q”. Modus ponens mengatakan jika ada
suatu premis katakan P1: jika P maka Q, dan P2: P maka kesimpulannya adalah Q.
Contoh P1: Jika harga barang pokok naik maka harga bahan bakar minyak juga
naik. P2: Harga barang pokok naik. Maka kesimpulan yang bisa di tarik adalah Harga
bahan bakar minyak naik. Nah sekarang ada premis P1: Jika harga barang pokok
naik maka harga bahan bakar minyak juga naik. P2: Harga barang pokok tidak
naik. Apa kesimpulannya? Sebagian orang mengatakan “harga bahan bakar minyak
juga tidak naik”, maka ini adalah contoh penarikan kesimpulan yang salah.
Mengapa? Karena yang di syaratkan pada premis pertama adalah jika P terjadi,
bukannya jika P tidak terjadi. Kita juga tidak bisa mengatakan ketika harga
barang pokok tidak naik maka harga bahan bakar minyak juga naik, karena yang
menyebabkan naiknya harga bahan bakar minyak bukan hanya harga bahan barang
pokok. Begitu juga untuk modus tollens dan silogisme, yang terpenting adalah
perhatikan syarat dari premis itu.
Hal yang tak kalah penting dalam logika matematika yang
perlu kita tahu adalah bahwa kebanaran matematika tidak memerhatikan kondisi
realitas. Contoh dalam penarikan kesimpulan silogisme, P1: “Jika saya lapar
maka saya makan.” P2: “Jika saya makan maka saya kenyang.” Kesimpulannya adalah
“Jika saya lapar maka saya kenyang.” Loh? Kok bisa, memang seperti itulah
matematika dan masih banyak contoh lain yang seperti itu. Seperti kata Sudjiwo
Tedjo “belajar matematika itu indah, keindahan matemtika itu dingin tapi
indah.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar